
Keberanian ART Investasi Saham Berbuah Tak Terduga
Jakarta, PANGKEP NEWS — Saham kini menjadi pilihan investasi populer bagi masyarakat yang ingin meningkatkan pendapatan. Menjadi seorang investor saham tidak memerlukan syarat khusus, sehingga siapa saja termasuk Asisten Rumah Tangga (ART) bisa ikut berinvestasi.
Lebih dari empat abad silam, tepatnya pada Agustus 1602, Kongsi Dagang Hindia Belanda mengambil langkah untuk menawarkan saham kepada publik. Inilah momen awal dari penawaran umum perdana atau yang dikenal sebagai Initial Public Offering (IPO).
Pada masa itu, VOC dengan mudah menarik minat investor karena menjual rempah-rempah, komoditas yang sangat diminati di Eropa. Keyakinan investor terhadap potensi sukses VOC sebagai perusahaan memberikan kesempatan keuntungan yang besar.
Ketika keputusan untuk IPO diumumkan, banyak orang berbondong-bondong ke Bursa Efek Amsterdam. VOC pun tercatat sebagai perusahaan pertama di dunia yang menggelar IPO.
Menurut Lodewijk Petram dalam The World’s First Stock Exchange (2011), tercatat ada 1.143 investor yang menanamkan modal awal di VOC di Amsterdam.
Aturannya mengizinkan setiap investor untuk menentukan jumlah investasi tanpa batas minimum atau maksimum. Ini berarti siapa saja bisa menanamkan modalnya di VOC.
Tak hanya para pejabat, bangsawan, atau orang kaya, seorang ART bernama Neeltgen Cornelis juga ikut menjadi investor VOC.
Neeltgen tertarik berinvestasi di VOC karena majikannya, Dirck van Os, adalah seorang Direktur VOC. Pada saat IPO, banyak orang yang datang ke kediaman van Os untuk urusan investasi.
Di masa itu, perdagangan bursa efek dilakukan secara manual dan dicatat di atas kertas, membuat rumah Dirck van Os ramai dikunjungi investor, menimbulkan rasa penasaran pada Neeltgen.
Neeltgen yang sangat ingin berinvestasi di VOC yakin akan mendapatkan keuntungan besar. Namun, dia juga bingung dengan keterbatasan finansialnya.
Sebagai ART, gaji Neeltgen kurang dari lima puluh sen per hari, hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini membuatnya ragu untuk berinvestasi.
Namun, pada akhir Agustus ketika penawaran saham VOC hampir berakhir, Neeltgen memutuskan untuk bertindak.
“Dia merasa akan menyesal jika tidak berinvestasi saat ini. Jadi, dia akhirnya menarik napas dalam-dalam dan menggunakan tabungannya,” tulis Petram.
Dengan tabungan hasil kerja kerasnya, Neeltgen menyisihkan 100 gulden untuk membeli saham VOC dan menyerahkan uang tersebut kepada majikannya.
Nama Neeltgen Cornelis pun tercatat sebagai pemegang saham VOC, meski jumlahnya kecil dibandingkan dengan investor lain yang menanamkan hingga puluhan ribu gulden.
Akankah Neeltgen mendapatkan keuntungan dari saham VOC?
Menurut Petram, Neeltgen memang sempat merasakan keuntungan, tetapi hanya sebentar karena dia menjual sahamnya pada Oktober 1603, setahun setelah pembelian. Dia menjual semua sahamnya kepada Jacques de Pourcq.
Padahal, jika terus menyimpan saham tersebut, 100 guldennya bisa berkembang menjadi ribuan gulden. Setidaknya, pemegang saham VOC menerima rempah-rempah sebagai dividen.
Selain itu, beberapa tahun setelah IPO, VOC berhasil menjadi perusahaan terbesar di dunia berkat kesuksesannya menguasai dan menjual rempah-rempah dari Indonesia.