Jakarta, PANGKEP NEWS
Emas kini menjadi pilihan utama karena dianggap sebagai investasi berisiko rendah di tengah ketidakpastian ekonomi global. Membahas tentang emas, ada kisah yang mengejutkan dari era pendudukan Jepang. Publik Indonesia dibuat gempar oleh peristiwa perampokan emas seberat 960 kilogram oleh seorang tentara Jepang bernama Hiroshi Nakamura.
Mulanya, perampokan tersebut berlangsung mulus, namun akhirnya terungkap akibat perilaku istrinya yang gemar memamerkan kekayaan. Insiden ini terjadi sekitar tahun 1946, dikenal sebagai Peristiwa Nakamura, yang melibatkan penggelapan besar-besaran terhadap rumah gadai negara di akhir perang.
Sejarawan Ben Anderson dalam bukunya “Revoloesi Pemoeda” (2018) mencatat bahwa kantor Pegadaian di Jl. Kramat, Jakarta Pusat, menjadi pusat penyimpanan harta selama pendudukan Jepang. Di kantor tersebut, terdapat ratusan kilo emas, uang, dan barang berharga lainnya.
Jepang berusaha memindahkan seluruh barang berharga dari pegadaian lokal di seluruh Jawa ke pegadaian di Jl. Kramat. Namun, ketika Jepang meninggalkan Indonesia, harta-harta tersebut menjadi tidak bertuan.
Menurut hukum perang, seharusnya harta tersebut menjadi milik pemerintah Indonesia. Namun, kenyataannya tidak sesederhana itu. Ada kebingungan di antara tentara Jepang yang masih berada di Indonesia.
Pada saat inilah, Vincent Houben dalam Histories of Scale (2021) mencatat bahwa Kapten Hiroshi Nakamura tergoda untuk memiliki harta tersebut. Apalagi, ia bisa dengan mudah melakukan pencurian berkat posisinya yang penting di Indonesia.
Menurut Vincent Houben, aksi ini didukung oleh atasannya, Kolonel Nomura Akira. Provokasi tersebut mendorong Nakamura untuk melakukan tindakan kriminal berupa pencurian. Ia mengangkut truk ke Jl. Kramat untuk membawa seluruh harta yang tersebar dalam 20-25 koper.
Berdasarkan catatan De Locomotief (1/8/1948), barang rampokan Nakamura mencapai 960 kg emas dengan nilai antara 10 hingga 80 juta gulden. Setelah itu, ia membawa harta tersebut ke rumah selingkuhannya, Carla Wolff, dan menyimpannya di suatu taman milik seorang pengusaha China.
Aksi Nakamura ini berlangsung mulus. Tak ada yang mencium aksi ini karena banyak orang masih sibuk mengurus kemerdekaan. Praktis, harta tersebut membuat Nakamura dan Carla bisa hidup tenang dan makmur di Indonesia.
Namun, semua berubah karena perilaku istrinya sendiri. Setelah memiliki harta, gaya hidup Carla langsung berubah. Dia menjadi boros, suka pamer, dan sering menghamburkan harta.
“Saya lebih kaya dari Ratu Belanda. Saya akan tidur di ranjang emas dan para tamu akan makan dari piring emas,” ujar Carla sebagaimana dikutip dari Rampok (2012).
Ketika perilaku itu ditunjukkan Carla, perwakilan intelijen Belanda dan Inggris menjadi curiga. Apalagi, Carla saat itu memiliki posisi penting sebagai anggota Organisasi Gerilya Hindia Belanda atau Nederlandsh Indies Guerilla (NIGO).
Intelijen itu penasaran dengan asal-usul harta Carla. Akhirnya, mereka melakukan penyelidikan dan terbongkarlah bahwa semua itu hasil pencurian. Sayangnya, intelijen ini tidak melaporkannya, malah ikut serta memiliki harta tersebut. Mereka mengambil 20 kg emas hasil curian.
Dalam dunia pencurian, ada keyakinan bahwa jika aksi kejahatan diketahui banyak orang, semakin besar pula risiko terbongkar. Pada akhirnya, pendapat ini benar adanya. Karena ulah Carla, semakin banyak orang yang mengetahui adanya aksi kriminal yang melibatkan tentara Jepang.
Semua ini berujung pada pengungkapan kasus oleh pemerintah Belanda yang menduduki Jakarta. Mulai dari Nakamura, Carla Wolff, Nomura Akira, dan dua intelijen tersebut ditahan oleh Belanda dan dinyatakan bersalah.
Menurut koran Het dagblad (24/6/1946), Nomura dinyatakan terlibat karena dia mengaku turut menikmati hasil rampokan sebagai atasan Nakamura. Nomura juga mengaku telah membuka 9 koper emas selama sehari di sebuah rumah. Kemudian, koper-koper itu dibawa ke kantor militer Jepang di Jakarta. Akibat terbukti terlibat dalam perampokan, keempat tersangka resmi ditahan.
Nakamura menerima hukuman paling berat. Sedangkan, Wolff dihukum 8 bulan penjara. Menariknya, ratusan kilogram emas tersebut tidak diketahui keberadaannya setelah kasus itu terungkap.
Selama penyelidikan kasus, pihak berwenang menyebut hanya menerima emas setara 1 juta gulden saja, sedangkan sisanya tidak jelas kemana.
Ada yang menyebut Nakamura menyembunyikan sisa emas di suatu tempat yang dirahasiakan saat tertangkap polisi. Ada juga yang mengatakan emas itu tersimpan di kawasan Menteng, Jakarta. Namun, satu hal yang pasti, sisa keberadaan emas tersebut hingga kini tidak diketahui.
(fsd/fsd)