Posted On Mei 29, 2025

Gelombang Pencari Kerja di Indonesia, Jepang Jadi Panutan

Erika Devi 0 comments
BERITA PANGKEP >> ekonomi >> Gelombang Pencari Kerja di Indonesia, Jepang Jadi Panutan
fenomena lautan orang antre lowongan kerja di ri jepang bikin ngiri

Jakarta —

Di Tokyo, mahasiswa akhir semester bisa tidur dengan tenang. Sementara di Jakarta, lulusan baru justru kian resah. Di Jepang, 98% lulusan universitas langsung mendapatkan pekerjaan. Di Indonesia? Pameran kerja bisa menjadi ajang bertemunya harapan dan jebakan.

Menurut laporan Japan Times, sebanyak 98% lulusan Maret 2025 sudah terserap di dunia kerja per 1 April 2025, hanya berbeda 0,1 poin dari rekor sepanjang sejarah. Hal ini bukan hanya karena ekonomi Jepang yang pulih pasca-pandemi, tapi juga karena perusahaan berlomba-lomba menarik tenaga muda. Kekurangan tenaga kerja membuat para lulusan baru sangat diminati.

Sementara di Indonesia, masih ada 842 ribu sarjana yang belum mendapatkan pekerjaan. Bahkan di pameran kerja, mereka harus berdesakan hanya untuk menemukan lowongan yang tidak nyata.

Di Jepang, lulusan tidak perlu mencari pekerjaan, tapi pekerjaan yang datang menghampiri. Sistem pencocokan kerja di kampus sudah terstruktur, dengan jadwal perekrutan yang diatur secara nasional. Perusahaan datang langsung ke universitas dan wawancara dilakukan bahkan sebelum wisuda.

Bahkan lulusan jurusan humaniora mencapai tingkat penyerapan 98,2%, tidak jauh berbeda dengan jurusan sains yang sebesar 97,3%. Tidak ada istilah ‘jurusan favorit’, sebab industri sudah terbiasa melatih dan bukan sekadar menyaring.

Di sisi lain, di Indonesia, kampus dan dunia kerja seperti dua benua yang belum terhubung. Mahasiswa sibuk mengejar IPK, sementara perusahaan mencari pengalaman. Sebelum lulus saja, sudah ditanyakan ‘minimal 2 tahun pengalaman’.

Belum lagi fenomena ‘ketidakcocokan aspirasi’, di mana sarjana merasa terlalu berlebihan untuk pekerjaan teknis, namun pekerjaan ideal tak kunjung tiba. Selain itu, sistem vokasi masih kurang percaya diri, padahal lulusan diploma terbukti lebih stabil dan cepat terserap pasar.

Di pameran kerja terbaru di Jakarta, yang hadir bukan hanya perekrutan, tapi juga jebakan. Penipuan berkedok lowongan palsu kini mengintai di setiap notifikasi email dan WhatsApp, menunggu saat lengah dari mereka yang mulai putus asa.

Seperti kisah Andi dan Yudha, dua pemuda yang ditemui PANGKEP NEWS Indonesia dalam pameran kerja, mereka hampir menjadi korban. Biaya ‘administrasi’ sebesar Rp800 ribu, Rp500 ribu, bahkan hanya Rp20 ribu pun diminta, semuanya berujung kekecewaan, yang tersisa hanya perasaan tertipu.

Kuncinya sebenarnya ada pada satu kata: sistemik. Di Jepang, pemerintah, kampus, dan industri membentuk ekosistem penciptaan kerja. Sedangkan di Indonesia, masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Kurikulum lambat beradaptasi, industri minim pelatihan, dan pemerintah masih sibuk dengan program yang tidak menyentuh inti masalah.

Jika Indonesia ingin memanfaatkan bonus demografi, maka inspirasi dari Jepang bukan sekadar soal etos kerja keras, tetapi tentang sistem kerja yang adil, adaptif, dan proaktif dalam menarik talenta, bukan hanya menunggu sambil menyaring.

PANGKEP NEWS Indonesia Riset

(emb/emb)

Related Post

Aplikasi Kantong UMKM Dukung Inisiatif Subsidi Bunga di Depok

Aplikasi Kantong UMKM Dukung Inisiatif Subsidi Bunga di DepokPANGKEP NEWS, DEPOK - Kepala Bidang Pemberdayaan…

Lombok Epicentrum Mall Menjadi Pusat Perbelanjaan Berbasis KI, Kakanwil Tersenyum Lebar

Lombok Epicentrum Mall Menjadi Pusat Perbelanjaan Berbasis KI, Kakanwil Tersenyum LebarPANGKEP NEWS, MATARAM - Kepala…

Video: Apakah Koperasi Merah Putih Bisa Mendorong Kemandirian dan Ekonomi Desa?

Jakarta – Pemerintahan Presiden Prabowo menargetkan pembentukan 80 Ribu Koperasi Merah Putih di Desa dan…