Memajukan Pertumbuhan Industri Padat Karya dengan Kebijakan yang Efektif
Jakarta, PANGKEP NEWS – Usaha untuk memajukan pertumbuhan ekonomi dari sisi penawaran (supply side) sangat bergantung pada kebebasan industri dalam membangun ekosistem bisnis yang kompetitif dan sehat. Ketika ekosistem ini terpengaruh oleh campur tangan pemerintah yang berlebihan, seperti pajak yang berat atau aturan yang tidak konsisten, maka kontribusi sektor industri, termasuk industri padat karya, terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan terus menurun.
Telisa Aulia Falianty, seorang Guru Besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, menyatakan bahwa situasi ini sesuai dengan teori Laffer Curve yang diperkenalkan oleh ekonom terkenal dari Amerika Serikat, Arthur B. Laffer.
“Pemikiran beliau menyoroti pentingnya insentif dan bagaimana pasar harus dibiarkan berfungsi secara optimal, tanpa terlalu banyak campur tangan pemerintah. Karena jika intervensinya berlebihan, kebijakan seperti ‘memilih pemenang’ justru tidak membuat kita lebih baik,” ujar Telisa dalam program Evening Up PANGKEP NEWS, dikutip pada Senin (16/6/2025).
Telisa menjelaskan bahwa dalam membangun ekosistem supply side yang sehat, peran pemerintah sebaiknya difokuskan pada penciptaan persaingan usaha yang adil, baik di pasar domestik maupun internasional. Di luar itu, sektor usaha tidak membutuhkan banyak intervensi untuk dapat tumbuh dan berkembang.
“Apabila pemerintah mampu menciptakan persaingan usaha yang adil, ini akan menghasilkan level persaingan yang setara. Dunia usaha sebenarnya memiliki kemampuan sendiri untuk bertahan,” tambahnya.
Telisa juga menyoroti bahwa pemerintah sebaiknya fokus pada pemberian insentif yang sesuai dan menciptakan kepastian usaha melalui regulasi yang stabil. “Itulah sebabnya saya mendukung pandangan Laffer bahwa insentif harus diperbanyak. Pemerintah sebaiknya menciptakan iklim usaha yang nyaman dan kondusif, serta tidak terlalu sering mengubah regulasi,” tegas Telisa.
Tingkat intervensi pemerintah yang tinggi terhadap sisi pasokan tercermin dari terus menurunnya kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB Indonesia dalam satu dekade terakhir.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada 2014, kontribusi industri pengolahan terhadap PDB masih sebesar 21,02%. Namun, angka ini turun menjadi 19,7% pada 2019, dan terus menurun menjadi 18,67% pada 2023. Meskipun sempat naik menjadi 19,13% pada 2024 dan 19,25% di kuartal I-2025, tren jangka panjangnya tetap menunjukkan pelemahan.
Telisa menegaskan bahwa sektor usaha sebenarnya memiliki kapasitas untuk bertahan dan berkembang, selama tidak dibebani oleh kebijakan yang terlalu top-down dan tidak tepat sasaran. “Sektor usaha sebenarnya memiliki algoritma sendiri untuk bertahan. Tetapi jika terlalu banyak campur tangan, apalagi kebijakan yang bersifat top-down dan tidak tepat, itu bisa mengganggu kinerja sisi pasokan,” pungkasnya.