Jakarta, PANGKEP NEWS -Â
PBB terus meneruskan upaya menyampaikan dampak buruk dari pemanasan global dan perubahan iklim. Salah satu wilayah yang menjadi perhatian adalah Asia, termasuk Indonesia yang dianggap berada dalam ancaman serius.
Laporan dari Badan Meteorologi Dunia (WMO) PBB, berjudul State of the Climate in Asia 2023, memaparkan analisis mengenai bencana-bencana yang terjadi pada tahun 2023. Laporan ini menyoroti percepatan perubahan iklim yang terlihat dari peningkatan suhu permukaan, pencairan gletser, dan kenaikan permukaan laut.
Asia masih menjadi salah satu benua yang paling terdampak oleh masalah alam yang diakibatkan oleh cuaca dan iklim. Pemanasan di benua ini terjadi lebih cepat dibandingkan rata-rata dunia, dengan tren peningkatan hampir dua kali lipat sejak periode tahun 1961-1990.
“Kesimpulan dari laporan ini memberikan kesadaran baru bagi kita,” ujar Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo dalam pernyataan yang diterima oleh PANGKEP NEWS, dikutip Sabtu (3/5/2025).
WMO melaporkan bahwa banyak negara di Asia mengalami tahun terpanas yang tercatat pada tahun 2023, dengan kondisi ekstrem seperti kekeringan, gelombang panas, banjir, dan badai.
Perubahan frekuensi dan intensitas kejadian iklim ini berdampak besar pada masyarakat, ekonomi, dan yang lebih penting, kehidupan manusia serta lingkungan tempat tinggal makhluk hidup.
Pada tahun 2023, tercatat 79 bencana terkait bahaya hidrometeorologi di Asia, sebagaimana dicatat oleh Emergency Events Database. Dari jumlah tersebut, lebih dari 80% terkait dengan peristiwa banjir dan badai, menyebabkan lebih dari 2.000 korban jiwa dan mempengaruhi sembilan juta orang secara langsung.
Panas ekstrem juga menjadi fokus laporan lainnya. Meski risiko kesehatan meningkat, penduduk Asia masih beruntung karena tidak ada kematian yang dilaporkan.
“Sekali lagi, di tahun 2023, negara-negara yang lebih rentan merasakan dampak yang tidak seimbang. Misalnya, topan tropis Mocha, yang merupakan topan terkuat di Teluk Benggala dalam satu dekade terakhir, menghantam Bangladesh dan Myanmar,” jelas Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (ESCAP), Armida Salsiah Alisjahbana, yang berperan sebagai mitra dalam pembuatan laporan tersebut.
“Peringatan dini dan kesiapsiagaan yang lebih baik telah menyelamatkan ribuan nyawa,” tambahnya.
Di sisi lain, laporan yang sama juga memuat data mengenai kenaikan permukaan laut dari Januari 1993 hingga Mei 2023. State of the Climate in Asia 2023 juga memberikan informasi tentang kenaikan air laut mencakup wilayah Indonesia.
Tercatat banyak wilayah menunjukkan Global Mean Sea Level (GMSL) di atas rata-rata global yakni 3,4 atau ± 0,33 mm per tahun. Indonesia sendiri berada di wilayah berwarna kuning yang mengindikasikan peringatan.
Sebelumnya, kajian proyeksi USAID pada 2016 menyebutkan kenaikan air laut dapat menenggelamkan 2.000 pulau kecil pada tahun 2050, yang berarti 42 juta penduduk berisiko kehilangan tempat tinggal.
(tps)