Regulasi Baru Pemerintah untuk Memperkuat Perlindungan Pekerja Migran
PANGKEP NEWS, SEMARANG – Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding menekankan pentingnya reformasi tata kelola pekerja migran untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan internasional yang sering berujung pada kekerasan dan eksploitasi.
Dia menyatakan bahwa sebagian besar pekerja migran Indonesia (PMI) masih bekerja di sektor domestik dengan tingkat pendidikan yang rendah, yang menjadikan mereka kelompok rentan.
“Sebanyak 80 persen pekerja migran Indonesia bekerja di sektor domestik atau sebagai pekerja rumah tangga, dengan enam posisi utama yaitu asisten rumah tangga, perawat bayi, perawat lanjut usia, layanan kebersihan, sopir, dan pengasuh,” kata Karding di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Selasa (15/4).
Dari jumlah tersebut, 67 persen adalah perempuan, dan mayoritas hanya memiliki pendidikan hingga tingkat SD dan SMP. Menurut Karding, hal ini membuat mereka sangat rentan terhadap kekerasan, eksploitasi, bahkan perdagangan manusia.
“Ini menunjukkan betapa rentannya mereka secara sosial. Banyak kasus yang viral, seperti penahanan dokumen, kekerasan, bahkan deportasi, terjadi karena mereka berangkat secara tidak resmi atau ilegal,” ujarnya.
Karding menjelaskan bahwa pemerintah sedang melakukan perubahan besar dalam tata kelola penempatan pekerja migran, termasuk revisi regulasi yang lebih ketat dan menyeluruh.
Salah satu fokus utamanya adalah memastikan bahwa semua pekerja migran yang berangkat harus melalui prosedur resmi yang ditetapkan oleh negara.
“Kami akan terus mengampanyekan pentingnya berangkat secara prosedural. Hindari calo. 95 persen kasus kekerasan terhadap PMI terjadi karena keberangkatan yang tidak resmi,” tegasnya.