
Pemerintah Bentuk Satgas Khusus Hadapi Ancaman Tarif Baru AS
Jakarta, PANGKEP NEWS – Pemerintah Indonesia telah membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk menghadapi kemungkinan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dapat muncul akibat kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat (AS). Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk mengatasi dampak perang dagang yang dapat mengancam sektor industri padat karya.
Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, dalam konferensi pers daring bersama Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, mengonfirmasi pembentukan satgas tersebut. Menurutnya, satgas ini akan berfokus pada perlindungan tenaga kerja di sektor yang paling terpengaruh, seperti industri garmen, alas kaki, dan perikanan.
“Satgas tenaga kerja dan PHK ini dibentuk untuk mengantisipasi dampak dari kebijakan tarif tersebut. Pemerintah juga sedang menyusun paket regulasi bagi sektor-sektor yang terpengaruh,” kata Mari pada Jumat (18/4/2025).
Sebelumnya, Pemerintah RI mengungkapkan bahwa tambahan tarif 10% dari AS dapat membuat total bea masuk untuk produk ekspor Indonesia, seperti tekstil, garmen, dan udang, melonjak hingga 47%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara pesaing di kawasan ASEAN.
Airlangga Hartarto menyebutkan bahwa paket regulasi yang sedang disiapkan mencakup reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) berbasis insentif, deregulasi perizinan impor dan layanan perpajakan, koordinasi dengan OJK dan perbankan mengenai layanan keuangan, hingga penyesuaian kuota impor serta dukungan kepada UMKM dan industri strategis.
Selain membentuk satgas tenaga kerja, pemerintah juga mendirikan tiga Satgas tambahan yang berfokus pada deregulasi, efisiensi ekonomi, dan peningkatan daya saing nasional.
Langkah ini adalah bagian dari strategi jangka menengah untuk mengurangi ekonomi biaya tinggi dan meningkatkan produktivitas nasional di tengah tekanan geopolitik global. Dalam negosiasi dengan AS, Indonesia menargetkan kesetaraan tarif ekspor dengan negara pesaing dan perlakuan non-diskriminatif terhadap produk unggulannya. Kesepakatan akhir ditargetkan selesai dalam 60 hari ke depan.