Jakarta – Rencana Impor Energi dari AS Masih Dalam Tahap Awal
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa rencana impor energi seperti minyak mentah, Bahan Bakar Minyak (BBM), LPG, dan LNG dari Amerika Serikat sedang dalam tahap pembicaraan awal.
Langkah impor ini merupakan bagian dari negosiasi terkait kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap Indonesia.
Airlangga menegaskan bahwa rencana ini masih dalam tahap diskusi awal, sehingga ia belum dapat memberikan rincian lebih lanjut mengenai detailnya.
“Pembicaraan masih dalam tahap awal, dan kami akan menyampaikan perkembangan lebih lanjut setelah ada kemajuan. Saat ini, ini adalah diskusi awal dan detailnya masih dalam proses. Jadi, masih panjang,” ujar Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Sebaliknya, pada kesempatan lain, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menekankan bahwa pasokan gas alam cair (LNG) dalam negeri masih mencukupi untuk kebutuhan domestik. Ini sebagai respons atas wacana penambahan impor LNG dari AS.
“Sejauh ini, kami menganggap bahwa kebutuhan masih dapat dipenuhi dari dalam negeri hingga saat ini,” kata Bahlil setelah pelantikan di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (28/4/2025).
Bahlil juga menyampaikan bahwa dalam pembicaraan dengan Presiden Prabowo Subianto, tidak ada diskusi mengenai rencana impor LNG dari AS, sehingga ia memilih tidak berkomentar lebih lanjut tentang hal ini.
“Saya tidak tahu. Saya tidak bisa berkomentar, tetapi saya menjelaskan apa yang saya lakukan dan mohon tidak dipelintir,” jelasnya.
Bahlil menjelaskan bahwa fokus pemerintah saat ini adalah mengurangi defisit neraca perdagangan antara AS dan Indonesia, salah satunya dengan menambah impor komoditas energi seperti LPG, BBM, dan minyak mentah.
“Indonesia harus mengimpor beberapa komoditas seperti LPG, BBM, dan crude dengan nilai sekitar US$ 10 miliar, karena kita memiliki defisit sekitar US$ 14,6 miliar, meskipun diakui oleh mereka sebesar US$ 17,9 miliar,” tambah Bahlil.
Bahlil juga menyatakan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan pembelian barang modal dari AS untuk pembangunan kilang minyak sebagai bagian dari upaya hilirisasi.
“Kami juga melakukan pembelian beberapa barang modal dari AS untuk pembangunan refinery, dalam rangka hilirisasi ke depan, dengan nilai sekitar US$ 8-10 miliar,” ujarnya.