
China Gencar Dorong Ekonomi, Ini Keuntungannya untuk Indonesia
Jakarta, PANGKEP NEWS – Bank Sentral China (PBoC) mengumumkan serangkaian langkah stimulus moneter untuk mendukung perekonomian yang terpengaruh oleh ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). Kebijakan ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi Indonesia yang merupakan mitra dagangnya.
Pada Rabu (7/5/2025), PBoC melonggarkan sejumlah kebijakan moneter utama dalam upaya menghidupkan kembali ekonomi yang tengah melemah. Kondisi ekonomi dikhawatirkan semakin merosot akibat lemahnya konsumsi domestik dan konflik dagang dengan AS.
Gubernur bank sentral China, Pan Ghongseng, menyatakan bahwa Beijing akan menurunkan suku bunga utama dan mengurangi jumlah cadangan kas yang harus disimpan bank untuk memacu peningkatan kredit.
“Rasio cadangan wajib akan diturunkan sebesar 0,5 poin persentase,” ungkap Pan Gongsheng.
Dia menambahkan bahwa suku bunga reverse repo tujuh hari juga akan dikurangi dari 1,5% menjadi 1,4%.
Kebijakan Moneter Baru China
Sebagai langkah untuk meningkatkan permintaan, Pan juga menyatakan bahwa bank sentral akan memangkas suku bunga pinjaman untuk pembelian rumah pertama dengan tenor lebih dari lima tahun menjadi 2,6%, dari sebelumnya 2,85%.
Berikut adalah 10 kebijakan moneter baru yang diterapkan China:
- Menurunkan rasio cadangan wajib (RRR) sebesar 0,5 poin persentase, yang diprediksi akan menyediakan sekitar CNY 1 triliun likuiditas jangka panjang ke pasar.
- Menyempurnakan sistem cadangan wajib, dengan penurunan sementara RRR dari 5% menjadi 0% untuk perusahaan pembiayaan otomotif dan perusahaan leasing keuangan.
- Menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 0,1 poin persentase, dengan suku bunga reverse repo 7 hari di pasar terbuka diturunkan dari 1,5% menjadi 1,4%. Diharapkan ini akan menekan suku bunga LPR (loan prime rate) turun sekitar 0,1 poin persentase.
- Menurunkan suku bunga instrumen kebijakan moneter struktural sebesar 0,25 poin persentase, termasuk:
* Berbagai suku bunga alat struktural khusus.
* Suku bunga refinancing untuk pertanian dan usaha kecil dari 1,75% menjadi 1,5%.
* Suku bunga PSL (Pledged Supplementary Lending) dari 2,25% menjadi 2%.
5. Menurunkan suku bunga pinjaman dana perumahan (housing provident fund) sebesar 0,25 poin persentase, di mana suku bunga pinjaman rumah pertama dengan tenor lebih dari lima tahun diturunkan dari 2,85% menjadi 2,6%, dan suku bunga untuk tenor lainnya disesuaikan secara proporsional.
6. Menambah kuota refinancing untuk inovasi teknologi dan transformasi industri sebesar CNY 300 miliar, dari sebelumnya CNY 500 miliar menjadi CNY 800 miliar, guna terus mendukung kebijakan “dua hal baru” (infrastruktur baru dan industrialisasi baru).
7. Mendirikan program refinancing sebesar CNY 500 miliar untuk konsumsi jasa dan perawatan lansia, guna mendorong bank-bank komersial meningkatkan penyaluran kredit ke sektor tersebut.
8. Menambah kuota refinancing untuk sektor pertanian dan usaha kecil sebesar CNY 300 miliar, yang dikombinasikan dengan penurunan suku bunga terkait, untuk mendukung perluasan pinjaman ke sektor pertanian, usaha mikro, dan perusahaan swasta.
9. Mengoptimalkan dua alat kebijakan moneter untuk mendukung pasar modal, dengan menggabungkan:
* CNY 500 miliar untuk fasilitas swap bagi sekuritas, reksa dana, dan perusahaan asuransi.
* CNY 300 miliar untuk refinancing pembelian kembali saham.
10. Membuat mekanisme pembagian risiko untuk obligasi inovasi teknologi, di mana bank sentral menyediakan refinancing berbiaya rendah untuk membeli obligasi teknologi, bekerja sama dengan pemerintah daerah dan lembaga penjaminan pasar, guna menanggung sebagian risiko gagal bayar. Tujuannya adalah membantu perusahaan teknologi dan institusi investasi menerbitkan obligasi berbiaya rendah dan jangka panjang.
Pengaruh Stimulus China Terhadap Indonesia
Besarnya harapan bahwa stimulus ekonomi yang dilakukan China dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi global, termasuk Indonesia. Sebagai mitra dagang utama dan salah satu investor asing terbesar bagi Indonesia, peningkatan aktivitas ekonomi China berpotensi memberikan manfaat signifikan.
Dengan adanya stimulus tersebut, permintaan domestik di China diharapkan meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan permintaan terhadap barang impor, termasuk produk dari Indonesia. Selain itu, stimulus ini juga berpotensi mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) China, yang secara tidak langsung dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian negara lain, termasuk Indonesia.
Jika ekonomi China mengalami perlambatan, Indonesia juga berisiko mengalami penurunan aktivitas ekonomi akibat berkurangnya permintaan serta investasi dari China. Oleh sebab itu, dinamika ekonomi China memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.
Peningkatan ekonomi China diharapkan dapat membawa dampak positif ke berbagai sektor, salah satunya adalah perdagangan.
Dari sisi perdagangan, ekspor Indonesia ke China menjadi yang terbesar dengan nilai ekspor non migas mencapai US$8.844,8 juta pada Januari-Februari 2025, atau sekitar 21,47% dari total ekspor non migas Indonesia.
China sebagai tujuan utama ekspor Indonesia menjadi ketergantungan yang tidak dapat dipisahkan. Ketika ekonomi China melemah, ekspor bisa menurun yang dapat menyebabkan neraca dagang Indonesia menyusut, meski sejauh ini masih mencatatkan surplus.
Karena itu, jika ekonomi China pulih, nilai ekspor diharapkan dapat meningkat kembali, sehingga surplus neraca dagang tetap terjaga.
Sejak 2021, persentase ekspor non migas Indonesia ke China selalu berada di atas 20%. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ketergantungan yang cukup besar terhadap China.
Stimulus China juga diharapkan mengalir ke Indonesia dalam bentuk peningkatan investasi. China adalah salah satu investor asing terbesar di Indonesia.
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat lima besar negara dengan realisasi investasi terbesar ke Indonesia pada kuartal I-2025 adalah Singapura dengan total US$4,6 miliar, Hong Kong sebesar US$2,2 miliar, China sebesar US$1,8 miliar, Malaysia sejumlah US$1 miliar, dan Jepang sebanyak US$1 miliar.