
Jakarta, PANGKEP NEWS
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah secara resmi mengeluarkan peta jalan Hidrogen dan Amonia Nasional (RHAN). Peluncuran ini merupakan kelanjutan dari Strategi Hidrogen Nasional (SHN).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Eniya Listiani Dewi menjelaskan bahwa peta jalan ini mencakup seluruh rencana pengembangan ekosistem hidrogen nasional hingga tahun 2060.
“Kami telah mengidentifikasi 215 rencana aksi dari berbagai sektor industri yang termuat dalam peta jalan ini. Kami juga mempertimbangkan prospek masa depan dalam pengembangan ekosistem hidrogen dan amonia di dalam negeri serta di pasar global,” ungkapnya dalam acara Global Hydrogen Ecosystem Summit & Exhibition (GHES) di JCC, Kamis (17/4/2025).
Peta jalan ini diharapkan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan dalam membangun ekosistem hidrogen domestik.
“Pemerintah telah menyusun strategi dengan tiga fokus utama: menggunakan hidrogen untuk mendukung pengembangan energi baru terbarukan, mendukung upaya dekarbonisasi dengan mengembangkan pasar domestik, dan mengekspor hidrogen serta turunannya ke pasar global,” tambahnya.
Peta jalan RHAN ini menetapkan pendekatan strategis yang terintegrasi untuk memaksimalkan penggunaan hidrogen dan amonia di sektor energi, industri, dan transportasi nasional.
“Tujuan akhirnya adalah mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060 melalui transisi energi dan dekarbonisasi,” tulis dokumen tersebut.
Sumber hidrogen di Indonesia akan berasal dari energi fosil yang menggunakan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS) untuk mengubahnya menjadi hidrogen rendah emisi. Selain itu, energi terbarukan seperti tenaga angin, mikrohidro, dan limbah biomassa dari sektor pertanian dan perkebunan juga akan dimanfaatkan.
Kebutuhan hidrogen dan amonia di dunia, termasuk Jepang, Uni Eropa, Arab Saudi, dan Kanada, juga telah diidentifikasi.
Ada tiga fase dalam pengembangan ekosistem hidrogen dan amonia di Indonesia. Fase pertama, tahun 2025-2034, akan berfokus pada proyek percontohan, regulasi, skema insentif, pembiayaan, pengembangan infrastruktur, dan sumber daya manusia. Fase ini meliputi pengembangan kapasitas electrolyzer hingga 734 MW pada tahun 2030, infrastruktur hidrogen awal, dan blending hidrogen dalam jaringan gas hingga 20%.
Fase kedua, tahun 2035-2045, akan meningkatkan kapasitas produksi komersial, dengan blending hidrogen dalam jaringan gas mencapai 40%, kapasitas pembangkit listrik berbasis 100% amonia hingga 2,0 GW, dan co-firing hidrogen mencapai 60% pada tahun 2045. Hidrogen juga akan diadopsi pada sektor baja dan pupuk untuk diversifikasi penggunaan energi rendah karbon.
Fase akhir, tahun 2045-2060, bertujuan mencapai blending hidrogen 100% dalam jaringan gas nasional. Kapasitas pembangkit listrik berbasis 100% hidrogen pada turbin gas diproyeksikan mencapai 25,3 GW pada tahun 2060, sementara kapasitas pembangkit listrik berbasis amonia di PLTU akan meningkat hingga 8,4 GW.