Kisruh Penarikan Paksa Motor oleh Debt Collector, Ini Ketentuannya
Jakarta, PANGKEP NEWS — Baru-baru ini, media sosial dipenuhi dengan berita tentang aksi debt collector yang menarik kendaraan bermotor secara paksa di jalan. Fenomena ini terjadi seiring dengan data terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menunjukkan banyak masyarakat kesulitan membayar cicilan, terutama cicilan kendaraan bermotor.
Industri multifinance mencatat peningkatan rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) tahun ini, disertai dengan perlambatan pertumbuhan pembiayaan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per April 2024, rasio NPF gross mencapai 2,82%, naik 35 basis poin (bps) secara tahunan. Jika dibandingkan dengan Desember 2023, rasio NPF naik 38 bps.
Sementara itu, NPF net per April 2024 meningkat 20 bps menjadi 0,89% dan naik 25 bps dibandingkan Desember 2023.
Perusahaan pembiayaan atau leasing mengaku melakukan pengetatan dalam pengajuan kredit belakangan ini, disebabkan oleh daya beli masyarakat yang semakin menurun.
Aturan terkait penyelesaian kredit wanprestasi tertuang dalam PBI 23/2021, POJK 35/2018 yang telah diubah dengan POJK 7/2022, POJK 10/2022, dan SE OJK 19/2023.
Pada dasarnya, penagihan cicilan harus dilakukan oleh divisi internal desk collector perusahaan pembiayaan. Namun, perusahaan pemberi kredit boleh menggunakan jasa pihak ketiga atau debt collector jika debitur tidak memenuhi kewajibannya.
Tapi, dalam praktiknya, debt collector tidak bisa sembarangan menarik kendaraan debitur yang menunggak cicilan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 35/POJK.05/2018 yang diubah dengan POJK Nomor 7/POJK.05/2022 mengharuskan perusahaan pembiayaan memberikan surat peringatan sebelum eksekusi aset, yang berisi informasi tentang jumlah tagihan, hari keterlambatan, bunga, dan denda terutang.
Jika perusahaan pembiayaan menggunakan jasa pihak lain untuk penagihan atau debt collector, mereka harus menggunakan penagih yang memiliki badan hukum, izin, dan eksekutor yang memiliki sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan.
Debt collector harus membawa dokumen seperti kartu identitas, sertifikat profesi dari lembaga sertifikasi terdaftar di OJK, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, dan sertifikat jaminan fidusia saat melakukan penarikan kendaraan di jalan.
Dalam proses penagihan, debt collector dilarang menggunakan kekerasan. Perusahaan pembiayaan bertanggung jawab penuh atas segala dampak dari kerja sama dengan pihak lain, termasuk dalam hal penagihan.
OJK dapat memberikan peringatan, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha bagi perusahaan pembiayaan yang melanggar ketentuan tersebut.
Ketentuan penarikan motor dan mobil di jalan juga diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU/XVII/2019.
Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 menyatakan bahwa debt collector tidak berhak menarik motor atau mobil secara sepihak jika debitur tidak menyetujui wanprestasi. Dalam keadaan demikian, penyitaan aset dapat dilakukan melalui penetapan pengadilan.