Jakarta –
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa anak-anak di Indonesia, mulai dari usia 10 tahun, telah terlibat dalam transaksi judi online. Temuan ini diungkapkan dalam laporan Program Pendampingan Berbasis Risiko (Promensisko).
Promensisko bertujuan untuk meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan agar dapat memahami pola, mendeteksi dini, dan merespons secara efektif kejahatan pencucian uang berbasis digital.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menjelaskan bahwa data dari kuartal pertama tahun 2025 yang dikumpulkan PPATK menunjukkan bahwa total deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 tahun mencapai lebih dari Rp 2,2 miliar. Untuk kelompok usia 17-19 tahun, jumlahnya mencapai Rp 47,9 miliar, sementara deposit tertinggi terjadi pada kelompok usia 31-40 tahun yang mencapai Rp 2,5 triliun.
Ivan menekankan bahwa angka-angka ini lebih dari sekedar statistik; mereka mencerminkan dampak sosial yang serius dari kecanduan judi online, termasuk konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online, dan lain sebagainya.
Walaupun begitu, PPATK mencatat adanya penurunan sekitar 80% dalam transaksi judi online selama kuartal pertama 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Selama periode Januari hingga Maret 2025, terdapat 39.818.000 transaksi. Jika tren ini berlanjut, diperkirakan hingga akhir 2025 total transaksi dapat ditekan hingga sekitar 160 juta. Namun, tanpa intervensi serius, sirkulasi dana dari judi online bisa mencapai Rp 1.200 triliun pada akhir tahun 2025.
Ivan juga mengingatkan bahwa judi online menyasar semua kelompok usia di masyarakat Indonesia. Namun, kelompok terbesar yang terpengaruh adalah mereka yang berusia 20-30 tahun, mencapai hampir 400 ribu orang.
Selain itu, terdapat 395 ribu orang berusia 31 hingga 40 tahun yang tercatat sebagai pemain judi online, sementara pemain di bawah usia 17 tahun mencapai sekitar 400 orang.