Jakarta – Kurs rupiah berpotensi tertekan dalam dua bulan ke depan, mengingat permintaan dolar yang tinggi di dalam negeri hingga Juni 2025.
Nilai tukar rupiah hari ini dalam kondisi tertekan, seiring adanya sentimen negatif baru bagi investor atau pelaku pasar keuangan. Berdasarkan data dari Refinitiv, pada Rabu (7/5/2025) pukul 11:58 WIB, rupiah terpantau melemah 0,55% ke posisi Rp16.535 per dolar AS.
Erwin Gunawan Hutapea, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI), menyatakan bahwa tekanan pada rupiah hari ini sebenarnya dipicu oleh sentimen negatif global akibat konflik terbuka antara India dan Pakistan, di tengah perang dagang yang masih berlangsung antara AS dan China.
Pada bulan Mei ini, terdapat faktor musiman yang meningkatkan permintaan dolar di dalam negeri, yaitu repatriasi untuk pembayaran dividen.
“Di bulan Mei ini, kita menghadapi proses repatriasi dividen, pembayaran dividen yang mulai terjadi pada April dan Mei, dengan puncaknya di bulan Mei,” ujar Erwin dalam Taklimat Media di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu.
Permintaan terhadap dolar akan terus berlanjut hingga Juni 2025. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri atau ULN. ULN ini meliputi ULN sektor publik, seperti pemerintah dan bank sentral, serta sektor swasta, seperti korporasi.
“Di Juni, kita juga akan menghadapi siklus pembayaran utang luar negeri,” tegas Erwin.
Ia memastikan bahwa Bank Indonesia akan terus berada di pasar keuangan untuk menjaga agar aktivitas transaksi penawaran dan permintaan dolar tetap terjaga sesuai mekanismenya, serta memastikan pergerakan kurs sesuai dengan fundamentalnya.
“Kami memastikan bahwa likuiditas cukup untuk memenuhi kebutuhan investor yang melakukan repatriasi dividen, serta korporasi yang membayar utang luar negeri,” jelasnya.