Jakarta, PANGKEP NEWS Indonesia
Harga minyak di pasar global mengalami volatilitas selama pekan ini, dibayangi oleh berbagai sentimen geopolitik, ketegangan perdagangan, serta sanksi baru Amerika Serikat terhadap Iran. Pada Jumat pagi waktu Indonesia (25/4/2025), harga minyak Brent untuk kontrak Juni hanya mengalami kenaikan tipis menjadi US$66,70 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) berakhir di US$62,93. Namun, secara mingguan, Brent menurun 1,8% dan WTI mengalami penurunan hampir 3%, menjadikannya pekan terburuk sejak awal April.
Pekan ini dimulai dengan tekanan besar di pasar minyak. Pada Senin (21/4/2025), harga Brent turun 1,7% ke US$66,80 per barel, tertekan oleh isu pembicaraan nuklir antara AS dan Iran yang dinilai dapat melonggarkan sanksi minyak dan meningkatkan pasokan global. Kekhawatiran semakin meningkat seiring ketegangan dagang antara AS dan mitra utamanya, seperti China, yang diperkirakan dapat menurunkan permintaan energi.
Tekanan berlanjut pada Selasa (22/4/2025), meskipun pergerakan lebih stabil. Harga Brent bergerak tipis di sekitar US$66,92 per barel. Pasar dipengaruhi oleh komentar kontroversial Presiden AS Donald Trump mengenai The Fed, yang memicu sentiment penghindaran risiko di pasar global. Peningkatan produksi OPEC+ yang melebihi ekspektasi juga memperburuk kekhawatiran kelebihan pasokan.
Pada Rabu (23/4/2025) waktu Indonesia, pasar disambut dengan angin segar. Harga minyak pulih setelah AS mengumumkan sanksi baru terhadap jaringan ekspor energi Iran. Brent melonjak 1,8% menjadi US$67,44 per barel. Selain itu, pemulihan pasar saham global dan harapan akan meredanya ketegangan dagang AS-China turut mendukung sentimen. Penurunan stok minyak mentah AS sebesar 4,6 juta barel seperti yang dilaporkan oleh American Petroleum Institute (API) turut memperkuat harga.
Namun, pemulihan ini tidak bertahan lama. Menjelang akhir pekan, ketegangan dagang kembali menghantui. Pada Kamis malam waktu AS, Trump menyatakan pembicaraan dagang masih berlangsung, tetapi pernyataan tersebut dibantah oleh Beijing. Ketidakpastian ini menahan kenaikan harga minyak, dengan Brent hanya naik tipis ke US$66,70 per barel pada Jumat (25/4/2025).
Dari sisi fundamental, pasar minyak juga dihadapkan pada dinamika suplai yang kompleks. OPEC+ dilaporkan berselisih dengan Kazakhstan terkait kepatuhan produksi, sementara peningkatan output dari beberapa anggota lainnya memicu kekhawatiran kelebihan pasokan. Di sisi lain, struktur backwardation yang melebar di pasar berjangka menunjukkan pasokan fisik minyak yang masih ketat.
Secara keseluruhan, volatilitas harga minyak pekan ini mencerminkan betapa rapuhnya keseimbangan pasar di tengah tekanan geopolitik, ketidakpastian permintaan global, dan dinamika suplai yang masih belum stabil.
PANGKEP NEWS Indonesia Research