Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa indeks dolar AS (DXY) mengalami fluktuasi besar akibat konflik yang mengguncang Iran dan Israel. Konflik antara kedua negara ini memicu kecenderungan kenaikan indeks dolar AS yang berdampak pada penurunan mata uang di berbagai negara, termasuk Indonesia.
“Meskipun dolar cenderung menurun, ketidakpastian global akibat perang mendorong kecenderungan peningkatan. Kita akan memantau volatilitas dolar. VIX (indeks volatilitas) di pasar saham juga meningkat signifikan, hampir mirip dengan situasi saat Covid,” ungkap Sri Mulyani dalam APBN KITA, Selasa (17/6/2025).
Meski kenaikan telah mereda, menurut Sri Mulyani, volatilitas masih terasa. Pada pukul 9.00 WIB, hari ini, indeks dolar AS (DXY) mengalami penguatan 0,19% ke angka 98,18, yang merupakan level terendah dalam tiga tahun terakhir.
Reaksi pasar menunjukkan bahwa mata uang AS mulai dihindari oleh investor, terbukti dari nilai tukarnya yang menurun akibat meningkatnya kekhawatiran mengenai kebijakan tarif Presiden Donald Trump.
Ancaman perdagangan terbaru dari Donald Trump menyebabkan dolar jatuh ke level terendah dalam tiga tahun pada hari Kamis lalu, dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran tentang perdagangan dan geopolitik.
Mata uang greenback semakin melemah setelah Presiden AS tersebut menyatakan kepada wartawan bahwa ia akan mengirimkan surat kepada mitra dagang untuk menguraikan tarif baru dalam beberapa minggu mendatang, seiring dengan berakhirnya jeda 90 hari untuk pungutan “timbal balik” pada bulan depan.
Investor juga menganalisis gencatan senjata perdagangan antara AS dan Tiongkok yang diumumkan pada hari Rabu, serta meningkatnya ketegangan antara AS, Israel, dan Iran, dengan pemerintahan Trump yang mengizinkan penarikan personel militer dari Timur Tengah.