Harga Tembaga Capai Rekor Baru Berkat Kebijakan Trump, Apakah Ini Menguntungkan MDKA dan ANTM?
Jakarta – Presiden Donald Trump kembali menaikkan tarif impor tembaga sebesar 50%, yang menyebabkan harga tembaga mencapai puncak tertinggi sepanjang sejarah.
Pada perdagangan Selasa (8/7/2025), harga kontrak tembaga secara intraday melonjak lebih dari 10% hingga mencapai US$ 5,77 per pon, yang merupakan level tertinggi sepanjang waktu. Harga penutupan pada hari itu berada di US$ 5,50 per pon.
Pada hari Rabu (9/7/2025) hingga pukul 11.15 WIB, harga tembaga naik kembali sebesar 3,59% mencapai US$ 5,70 per pon, mendekati level tertinggi sepanjang masa lagi.
Foto: TradingviewPergerakan harga tembaga |
Langkah Trump untuk menaikkan tarif impor tembaga bertujuan meningkatkan produksi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor, mengingat Amerika Serikat (AS) saat ini mengimpor hampir setengah dari kebutuhan tembaganya, dengan Chili sebagai pemasok utama.
Tarif baru ini akan menyamakan bea masuk tembaga dengan yang sudah dikenakan pada baja dan aluminium, sehingga memperbesar ketegangan perdagangan dan meningkatkan volatilitas di pasar logam.
Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan bahwa penyelidikan atas impor tembaga telah selesai, dan ia memperkirakan Trump akan menandatangani pengesahan resmi kebijakan ini pada akhir Juli.
Para pelaku pasar memprediksi bahwa harga tembaga yang lebih tinggi di AS akan menarik lebih banyak pengiriman ke negara tersebut dalam jangka pendek, yang dapat memperketat pasokan global dan memperburuk ketidakseimbangan pasar.
“Pengumuman ini datang tiba-tiba seperti petir di malam hari, dan tarif 50% jauh lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang hanya 25%,” kata seorang analis logam dari perusahaan berjangka di Beijing.
Para analis memperkirakan perbedaan harga (premium) antara COMEX dan LME akan semakin melebar, bahkan bisa mencapai US$3.000 per ton, untuk mencerminkan dampak penuh dari tarif 50% dalam beberapa hari ke depan.
Tembaga adalah logam ketiga yang paling banyak dikonsumsi, setelah besi dan aluminium. Data dari Survei Geologi AS menunjukkan bahwa AS mengimpor hampir setengah dari tembaga yang digunakannya, sebagian besar berasal dari Chili, Kongo, Peru, China, dan Indonesia.
Sebelumnya, pada akhir Februari, Trump memerintahkan penyelidikan terhadap kemungkinan tarif baru atas impor tembaga dengan alasan keamanan nasional. Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengatakan bahwa penyelidikan tersebut telah selesai dan memperkirakan Trump akan segera menandatangani pengesahan yang akan memberlakukan tarif tembaga pada akhir Juli.
“Tujuannya adalah untuk membawa pulang tembaga, membawa pulang produksi tembaga,” kata Lutnick. Ia mencatat bahwa langkah Trump akan menyamakan tarif tembaga dengan bea masuk AS atas impor baja dan aluminium, yang Trump gandakan menjadi 50% pada awal Juni.
Pengumuman perdagangan baru untuk tembaga dan farmasi ini terpisah dari tarif “timbal balik” yang diumumkan Trump pada awal April, ketika ia mengenakan bea masuk dasar sebesar 10% untuk impor dari hampir semua negara lain, serta tarif yang jauh lebih tinggi untuk puluhan negara.
Trump telah berulang kali menunda pemberlakuan tarif timbal balik yang lebih tinggi. Namun, pada hari Senin, ia mengirimkan serangkaian surat yang memerintahkan tarif baru untuk impor dari 14 negara, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia.
Bagaimana Dampaknya untuk Emiten Tembaga?
Salah satu pemain tembaga terbesar di Indonesia adalah PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA). Pada kuartal I/2025, pendapatan dari segmen copper yang dihasilkan Tambang Tembaga Tujuh Bukit mencapai US$ 106,42 juta, yang merupakan kontributor pendapatan kedua terbesar setelah segmen nikel yang mencatat penghasilan US$ 366,11 juta.
Secara keseluruhan, tanpa eliminasi, pendapatan MDKA pada tiga bulan pertama tahun ini mencapai US$ 525,26 juta.
Melihat data kuartalan, segmen tembaga bisa dibilang mengalami penurunan kinerja yang signifikan, tercermin dari margin yang tersisa US$ 1,3 per pon, ini merupakan selisih antara Average Selling Price (ASP) di US$ 4,13 per pon dikurangi cash cost di US$ 2,76 per pon.
ASP hanya mengalami kenaikan kecil, sementara cash cost melonjak tajam. Ini menunjukkan beban yang lebih tinggi daripada kenaikan harga.
Foto: Company Presentation MDKACompany Presentation MDKA |
Namun, situasi diperkirakan akan berubah pada kuartal III/2025, dimana Merdeka Copper Gold (MDKA) berpotensi mendapatkan keuntungan besar seiring lonjakan harga tembaga yang signifikan.
Kenaikan harga ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana untuk menaikkan tarif impor tembaga. Keputusan ini diprediksi akan berdampak positif bagi MDKA, khususnya melalui peningkatan rata-rata harga jual (ASP). Jika perusahaan mampu menjaga biaya produksi (cash cost) tetap terkendali, maka margin keuntungan berpeluang naik tajam.
Secara khusus, untuk proyek tembaga, MDKA juga tengah mempercepat upaya optimalisasi guna mendukung strategi terpadu Tambang Tembaga Tujuh Bukit (TB Copper). Salah satu langkah utamanya adalah mengintegrasikan peningkatan 71% pada sumber daya terindikasi, yang kini mencapai 755 juta ton dengan kadar tembaga 0,60% dan emas 0,66 gram per ton.
Strategi jangka panjang perusahaan mencakup pengembangan operasi dengan metode Sub-Level Caving (SLC) dan umur tambang yang diperkirakan mencapai 11 tahun. MDKA menargetkan peningkatan kapasitas produksi secara bertahap hingga mencapai 6,0 juta ton per tahun dalam lima tahun pertama.
Selain MDKA, emiten lain yang akan mendapatkan manfaat antara lain PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Tembaga Mulia Semanan Tbk (TBMS) dan PT Supreme Cable Manufacturing & Commerc Tbk (SCCO) meskipun dalam skala yang lebih kecil.
PANGKEP NEWS INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
Foto: Tradingview
Foto: Company Presentation MDKA