Pengusaha Mengeluh Diperas Ormas, Waspadai Bahaya Besar Ini Bagi RI
Jakarta, PANGKEP NEWS – Aksi premanisme yang dilakukan oleh ormas terhadap dunia usaha serta masyarakat luas menciptakan kekhawatiran. Banyak pelaku usaha merasa takut menjalankan bisnis karena khawatir akan dipalak oleh aksi premanisme ormas ini.
“Kericuhan ini disebabkan oleh kurang tegasnya pemerintah terhadap ormas. Ini bisa mengancam investasi di Indonesia karena kenyamanan mereka terganggu,” ungkap Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti kepada PANGKEP NEWS, Rabu (30/4/2025).
Akhir-akhir ini, banyak pabrik di sektor padat karya yang menutup usahanya, termasuk tekstil. Hal ini menambah masalah baru yaitu meningkatnya pengangguran.
Karena kesulitan mendapatkan pekerjaan baru dan kondisi ekonomi yang terjepit, beberapa masyarakat diperkirakan mencari jalan pintas dengan bergabung dengan ormas. Namun, menurut Esther, bergabungnya sebagian masyarakat ke dalam ormas disebabkan oleh faktor lain.
“Ini bukan semata karena kesulitan ekonomi. Ada orang-orang yang memang memiliki ketertarikan di ormas,” ujar Esther.
Pemerintah dan penegak hukum harus bertindak cepat untuk menghentikan praktik pemerasan ini. Jika tidak, investor mungkin akan lebih memilih negara lain daripada Indonesia.
“Jika situasi ini dibiarkan, akan banyak pabrik yang keluar dari Indonesia, dan jumlah pengangguran akan meningkat, membuat lebih banyak orang kehilangan pekerjaan,” kata Esther.
Di sisi lain, pengamat properti Aleviery Akbar mengatakan bahwa keberadaan ormas dapat membuat investor merasa tidak nyaman, termasuk dalam kasus pembangunan mobil listrik BYD di Subang. Selain itu, juga akan menambah biaya bagi pelaku usaha yang akhirnya dapat membebani konsumen atau masyarakat.
“Aksi premanisme dalam pembangunan di sektor properti sebenarnya bukan hal baru dan telah lama berlangsung, namun menjadi viral karena melibatkan pabrik besar Kendaraan Listrik di Subang. Biaya ekonomi yang dikeluarkan karena tindakan ormas atau premanisme ini sulit diperkirakan, tetapi jelas sangat mengganggu ekosistem investasi di Indonesia,” jelas Aleviery.
Sebelumnya, beberapa pengusaha menyatakan keresahan mereka akibat tindakan premanisme ormas, seperti meminta Tunjangan Hari Raya (THR) hingga jatah proyek. Mereka termasuk Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga, Ketua Umum Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani, Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Banten Syaiful Bahri, Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ian Syarief, hingga Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Banten Syaiful Bahri.